Minggu, 05 Juni 2016

4 Faktor Utama Pembentuk Harga Pasar - AGC Guru Honorer

Pernahkan kamu membeli barang misalnya di kota Jakarta harganya 50.000 rupiah namun di kota Bandung harganya 40.000 rupiah di pasaran?. Mengapa bisa terjadi perbedaan harga pasar do berbagai wilayah?. Harga pasar dari suatu sumber daya ekonomi belum tentu menggambarkan nilai ekonomi yang sebenarnya untuk menghasilkan atau memperoleh barang tersebut. Nilai ekonomi adalah nilai yang berperang dalam input dan output suatu produksi yang berdampak mengubah pendapatan nasional. Nilai ekonomi tersebut dinamakan shadow price atau accounting price (harga bayangan ataupun harga yang dipakai dalam perhitungan ekonomi). Ada setidaknya 4 daktor yang membuat harga pasar tidak sama dengan nilai ekonominya, yaitu:
1. Nilai Tukar Valuta Asing
Nilai tukar valuta asing pada kurs resmi seringkali tidak menggambarkan langkanya valuta asing. Di banyak negara berkembang seperti Indonesia misalnya, kurs gelap valuta asing lebih tinggi dibanding kurs resmi. Ini dapat mendeskripsikan bahwa kurs resmi valuta asing terlalu rendah dan perlu dinaikan supaya ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. 
Pada negara yang memiliki kurs gelap, perlu penyesuaian yang cukup besar atas kurs resmi yang berlaku. Namun pada negara berkembang yang kurs gelapnya tidak ada atau kurs resmi dan kurs yang terjadi di pasar tidak berbeda, maka hanya perlu sedikit penyesuaian. Memang terdapat keseimbangan permintaan valuta asing pada kurs resmi tersebut. Akan tetapi hal ini karena adanya berbagai peraturan yang menghambat impor. Seandainya hambatan impor ini dihilangkan dan tarif bea masuk sama seperti negara maju lain, kurs itu mungkin akan lebih tinggi lagi. Jadi masih perlu sedikit penyesuaian meski tidak setinggi seperti negara yang masih memiliki kurs gelap. Dalam beberapa studi di Indonesia dipakai faktor konversi 1,075 artinya kurs remsi dikali 1,075. Bila dalam biaya proyek terdapat bahan dan alat yang diimpor atau upah tenaga ahli yang dibayar dalam mata uang asing maka nilai rupiahnya harus dikalikan faktor konversi tersebut.
2. Pajak
Pajak adalah suatu transfer payment artinya pembayaran bukan karena imbalan jasa. Pajak tidak menggambarkan biaya ekonomi. Kalau di dalam sebuah proyek pembangunan jalan perlu membeli peralatan yang harga pasarnya 100 juta rupiah dalam harga itu ada unsur pajak sebesar 20% sehingga harga ekonominya hanya 80 jutaan. Artinya seandainya tidak ada pajak maka barang itu harga di pasarnya adalah 80 jutaan. Perlu diingat bahwa tarif pajak tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu padahal sebagai sumber ekonomi nilai/fungsi alat tersebut tetaplah sama. Pajak yang harus dikeluarkan dari unsur biaya/manfaat adalah semua pajak tak langsung seperti bea cukai dan pajak pertambahan nilai.
3. Upah Karyawan
Upayah tenaga kerja atau karyawan tidak selalu menggambarkan adanya kondisi keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Hal ini terlihat dari selalu adanya pengangguran. Dari sudut lain misalnya, biaya penggunaan seorang tenaga kerja kepada proyek tertentu adalah hilangnya manfaat karena karyawan harus meninggalkan tempat pekerjaan lama (benefit forgone). Misalnya, dibangun sebuah proyek jalan yang melintasi suatu desa dan pekerja proyek diambil dari masyarakat desa tersebut. Proyek membayar pekerja 20.000 rupiah per hari sedangkan pada perkerjaan yang ditinggalkannya (bertani), nilai tambah pendapatan mereka rata-rata 15 ribu rupiah per hari. Maka kerugian ekonomi dari menarik pekerja tersebut dari pekerjaan yang lama adalah 15.000 per hari. karena sulitnya menghitung shadow price tenaga kerja ini secara tepat sering digunakan pendekatan yaitu upah yang dibayar dikalikan (1-tingkat pengangguran).
4. Suku Bunga
Tingkat suku bunga yang berlaku di pasar (bank komersil) tidak menggambarkan biaya ekonomi yang sebenarnya karena pada tingkat suku bunga tersebut terdapat unsur inflasi dan resiko. Dalam analisis ekonomi, unsur inflasi dan resiko dalam suku bunga dianggap tidak ada. Biasanya dalam menetapkan besarnya tingkat suku bunga ekonomi adalah lebih rendah dari suku bunga bank. Dalam beberapa studi di Indonesia, pernah dipakai angka 9%, 12% dan 15% tergantung pada jenis proyek yang akan akan dievaluasi dan kondisi makroekonomi pada kala itu, padahal tingkat suku bunga bank umum selalu di atas 20% per tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar