Senin, 06 Juni 2016

5 Macam Taraf Berfikir Manusia - AGC Guru Honorer

Seorang pendidik tentunya harus memahami tujuan pengajaran yang akan disampaikan pada muridnya. Ada dua hal yang diperhatikan seorang pendidik sebelum memberikan pengajaran yaitu tingkat kesulitan materi dan tingkat kemampuan berfikir anak. Pada postingan ini akan dijelaskan mengenai 5 tahap berfikir manusia. Seorang mahasiswa dapat dipaksa untuk memecahkan sendiri beberapa persoalan atau soal tertentu namun seorang siswa berumur 9 tahun tentunya belum dapat terus menerus disuruh melakukan hal serupa. Dengan kata lain seorang pengajar perlu memerhitungkan tingkat kemampuan berfikir murid sesuai dengan hasil proses belajar yang pernah mereka alami. Setiap pemecahan masalah memerlukan taraf berfikir paling tinggi dan paling sulit. Untuk mengetahui jenis latihan dan macam tugas yang dapat mendorong mahasiswa melakukan kerja pikir hingga sampai taraf tertentu, pengajar perlu mengetahui macam taraf berfikir. Berikut ini taraf berfikir menurut para psikolog dan sering disebut juga sebagai taxonomy.
Taraf 1. Belajar reseptif atau menerima (reception learning)
Bahan pelajaran atau bahan kuliah disajikan dalam bentuknya yang telah jadi. Pendengar hanya tinggal menerima dan menyerapnya saja. Mereka tidak perlu melakukan kerja pikir untuk memahaminya. Pengajar tidak perlu merangsang terjadinya suatu proses dalam diri murid.
Contoh 1: Pada murid kelas 2 SMP seorang guru menyatakan bahwa pada suhu nol derajat Celcius air akan menjadi es.Murid akan menerima dan menyerap informasi tersebut. Kemudian pada waktu ulangan guru akan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : "Pada suhu berapa derajat celcius air akan menjadi es?". Untuk menjawab pertanyaan tersebut murid harus menggali ingatan mereka tentang informasi yang sebelumnya pernah diajarkan. Kalau informasi itu keluar dari ingatan mereka maka jawaban tersebut akan benar. Pada contoh tersebut guru tidak perlu menjelaskan sesuatu dan murid juga tidak perlu menguraikan sesuatu. Ia hanya menyampaikan informasi dan menerimanya. Pada waktu ulangan atau ujian murid hanya harus mengungkapkannya kembali.

Taraf 2. Pemahaman (Comprehenship)
Untuk mengajarkan suatu definisi, murid diharapkan dapat melakukan kerja pikir pada taraf ini. Guru menyampaikan isi pelajaran atau isi kuliah dan murid harus membuat deskripsi tentang apa yang dijelaskan. Tahap ini disebut sebagai concept-learning. Uraian diberikan sedemikian rupa sehingga lambat laun gambaran isi pengertian yang diajarkan itu terbentuk dalam benak murid. Contohnya: Seorang pengajar ilmu statistik memberikan kuliah tentang perhitungan kemungkinan (probabilitas) kepada mahasiswanya. Uraian tentang perhitungan kemungkinan itu akan diberikan dalam 3 jam kuliah. Ia megingatkan kepadamahasiswa agar mengikuti kuliahnya dan mereka harus menyerap pengertian tentang rumus probablititas. Mahasiswa harus dapat mengenal pengertian itu kembali jika mereka menemukannya di tempat lain. Misalnya saja suatu saat mereka menghadapi persoalan statistika. Mereka harus dapat memprakirakan apakah soal itu akan bersangkutan dengan perhitungan probabilitas. Untuk itu mereka harus ingat bahwa perhitungan probabilitas merupakan bagian ilmu statistik. Tujuan pengajar adalah setelah tiga jam kuliah para mahasiswa harus dapat mengerti perhitungan kemungkinan, mengenal jenisnya, mengingatnya, menamakannya serta mengklasifikasinnya. Tuntutan terhadap murid tidak lebih dari itu. Berbeda dengan taraf pertama, karena kalau pada taraf kedua mahasiswa sendiri yang mengidentifikasikan, menamakan serta mengklasifikasinnya. Mereka harus mengubah informasi yang diterima dan menjadikannya sebagai suatu definisi. Kerja pikir yang dilakukan oleh mahasiswa sendiri pada taraf ini hanya menyusun saja. Ini berarti tidak lain hanya mengurutkan dan menyusun informasi itu. Baca juga:Kelebihan Pendidikan Finlandia

Taraf 3. Aplikasi (Application)
Kalau murid harus menerapkan hal yang telah diajarkan, maka pekerjaan itu lebih tinggi sedikit daripada pekerjaan yang mereka lakukan pada taraf kedua. Pada taraf ini pengajar menuntut murid melakukan sesuatu berdasarkan pengertian yang telah diajarkan. Mereka harus dapat merumuskannya sendiri. Mereka harus dapat menyusun pandangan yang jelas. Contoh: Pengajar menjelaskan seluk beluk motor bensin kepada murid di kelas 2 SMP. Setelah penjelasan itu pengajar menuntut murid dapat membandingkan prinsip motor bensin dengan prinsip yang lain. Mereka harus dapat membedakan antara jenis motor bensin dengan jenis motor lainnya dan harus dapat menggambarkannya. Jadi pada taraf ini siswa harus dapat melakukan sesuatu. Mereka harus menerapkan sesuatu dari hal yang telah diajarkan dan membandingkannya. Guru menentukan hal yang harus dilakukan oleh muridnya. Pada kasus ini pengajar memaksa murid untuk membuat perbandingan, mengaitkan, merumuskan dan menggambarkan. Baca juga: 7 Layanan Wajib Konseling Sekolah

Taraf 4. Analisa dan Sintesa (Analyze and Syntesis)
Pada level ini murid harus dapat menerangkan kaitan-kaitan yang ada dalam hal yang diajarkan (sintesa). Pekerjaan tersebut baru dapat dilakukan jika murid sebelumnya telah menganalisanya. Selain harus dapat menerangkan kaitan-kaitan yang mungkin dari hal yang telah diajarkan murid juga harus dapat membuat kombinasi unsur-unsurnya menjadi suatu kesatuan.
Diberikan disini suatu contoh dalam bentuk yan mudah: Dalam pelajaran ilmu bumi di kelas 1 SMP seorang guru telah menerangkan mengapa kota Jakarta menjadi ibukota negara Indonesia. Murid dipaksa melakukan kerja pikir pada taraf ini bila mereka harus menjelaskan mengapa penunjukkan kota Sukabumi sebagai ibukota negara Indonesia merupakan suatu hal yang tidak masuk akal. Mereka harus menerangkan mengapa kota Sukabumi tidak akan menjadi ibukota negara. Mereka harus dapat menilai, apakah gedung-gedung dan alat-alat komunikasi yang ada di sana mencukupi. Mereka harus dapat memprakirakan sarana-sarana apa saja yang diperlukan untuk ibu kota negara dan lainnya. Lalu apa yang harus dikerjakan oleh murid?. Mereka harus terlebih dahulu menganalisa arti "menjadi ibu kota negara". Hasil dari analisa itu dibandingkan dengan yang ada di kota Sukabumi. Kemudian mereka harus membuat sintesa dengan menjumlahkan hal-hal yang menyebabkan kota Sukabumi tidak cocok sebagai ibukota negara. Hasil kesimpulannya akan menjelaskan apakah murid telah memahami pengertian "menjadi ibukota negara".

Taraf 5. Evaluasi dan Mencipta (Evaluate and Create)
Pada level ini murid dipaksa berfikir sendiri secara kreatif untuk mencari pemecahan suatu masalah. Hal terpenting dalam taraf ini adalah timbulnya pengertian baru. Murid harus dapat menghasilkan kreasi baru. Kalau seorang murid didorong untuk berfikir secara kreatif dan ia tidak dapa, itu berarti sebelumnya ia belum sepenuhnya dapat melakukan taraf berfikir yang keempat.
Kecuali harus menghasilkan suatu kreasi baru, masih ada tambahan khusus sebagai suatu hal baru bagi murid. Mereka harus mampu menentukan bagian-bagian dan selanjutnya menggabungkan bagian-bagian itu menjadi sesuatu yang baru. Jadi tidak hanya menganalisa dan kemudian membuat sintesa seperti level keempat. 
Disini hasil sintesa harus mengarah pada sesuatu yang baru. Berikut ini contohnya: Para mahasiswa tahun keempat jurusan teknik arsitektur telah mempelajari cara merancang suatu bangunan, cara membuat gambar dan perhitungan yang diperlukan. Kemudian pengajar mengajukan pertanyaan seperti ini, "Dapatkan pada sebidang tanah ini didirikan gedung bertingkat 5 yang digunakan sebagai kantor administrasi universitas kita?" Jawaban dari pertanyaan itu jelas belum ada. Mahasiswa harus mencarinya sendiri antara lain dengan meneliti keadaan tanahnya, jenis bahan bangunan yang diperlukan serta jenis sarana yang tersedia. Mahasiswa harus menemukan, menghitung, mencari, bertanya pada diri sendiri, menerapkan, menganalisa, mengsintesa dan sebagainya. Hasil dari semuanya itu merupakan jawaban atas pertanyaan tadi. Jawaban bukan sekedar "ya" atau "tidak" melainkan harus disertai saran-saran dan alasan. Dengan jawaban seperti itu mahasiswa telah mampu menemukan sendiri sesuatu yang benar-benar baru. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa taraf berfikir paling tinggi tidak kan tercapai tanpa empat taraf berfikir sebelumnya. Baca juga: Kelebihan Kurikulum Cambridge

Tidak ada komentar:

Posting Komentar